Arogansi Klub Motor, Sering Meresahkan Sejak Zaman Hindia Belanda
Jakarta – Populasi pengguna sepeda motor terus meningkat di Indonesia. Ini terjadi karena sepeda motor menjadi solusi praktis transportasi yang murah dan mudah. Bertambahnya pengguna sepeda motor otomatis mendorong meningkatnya jumlah klub motor.
Banyak stigma negatif soal klub motor, khususnya pengguna motor gede (moge). Padahal masih banyak dari mereka yang sebenarnya bersikap positif dalam berlalu lintas. Rupanya, sikap meresahkan di jalan raya ini sudah ada sejak zaman kolonial dahulu.
Sepeda motor menjadi alat transportasi modern pertama yang masuk ke Hindia Belanda, bahkan sebelum hadirnya mobil. Adalah John C. Potter, pemilik motor yang pertama di Indonesia. Ia bekerja sebagai masinis pabrik gula di Umbul, dekat Probolinggo.
Dikutip dari laman Historia, Potter membeli motor langsung ke Hildebrand Und Wolfmuller. Pabrikan ini juga menjadi penemu sepeda motor pertama pada 1883. Banyak orang yang kagum dan heran dengan sepeda motor karena tidak ditarik hewan. Orang lantas menamankannya Kereta Setan.
Keberadaan motor mulai berkembang di Hindia Belanda pada tahun 1900-an. Para pemilik motor yang mayoritas orang Belanda dan Eropa di Batavia membentk klub motor atau persatuan pengendara sepeda motor (motor-wielrijders bond), Magneet pada 1913.
Budaya touring juga telah dimulai sejak berdirinya Magneet, entah itu jarak dekat atau jarak jauh. Perjalanan pertama Magneet pada 28 Desember 1931, dimulai dari Taman Wilhelmina, di pusat kota Batavia. Anak klub motor ini kemudian berkeliling kota Batavia, dan berakhir di hotel De Stam di Gondangdia Baru, permukiman modern yang baru dibangun.
Balapan dan Kecelakaan Jadi Hal yang Lumrah Bagi Anak Klub
Aktivitas luar kota pertama dari Magneet yaitu dengan melakukan perjalanan dari Batavia ke Buitenzorg atau kawasan Bogor, termasuk Cipanas. Aktivitas touring antar kota ini kerap diwarnai dengan sikap arogan.
Banyak anggotanya yang merugikan masyarakat karena terjadi kecelakaan seperti menabrak gerobak, pasar, hewan dan menabrak seorang gadis yang mengendarai sepeda sampai tewas. W.A. van den Cappellen dari Jalan Bekasi No. 3 dituduh membunuh seorang gadis bernama Moenah dari Kampung Dureng III dengan motornya.
Pada beberapa kesempatan, anggota klub motor Magneet kadang balapan saat melakukan perjalanan touring. Bagi mereka, balapan menjadi simbol raja jalanan. Sebagai dampaknya, kecelakaan lalu lintas menjadi hal yang lumrah dan kabarnya berbagai insiden ini bisa ditangani sendiri oleh Magneet. (dna)